Indotime.com — Ketika delegasi Najran menemui Rasulullah di Masjidnya (Nabawi) pada saat setelah Sholat Ashar. Begitu tiba waktu ibadah, mereka bangun untuk melaksanakan ibadah dalam Masjid. Para sahabat mencegahnya, kemudian Nabi bersabda “biarkan mereka”. Delegasi Najran pun melaksanakan ibadah menghadap ke Timur.
Imam Besar Masjid Istiqlal melakukan hal yang relatif sama, menerima Pemimpin Umat Katolik di Masjid Istiqlal Jakarta.
Lalu kalian mengatakan itu tidak boleh, apa refrensinya?
Saya memperhatikan teman-teman yang mengkritik peristiwa kehadiran Paus Katolik di Istiqlal, sebagian adalah Sahabat yang saya kenal baik.
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. K.H. Nasaruddin Umar, MA juga saya kenal baik.
Saya dikader bersama beliau di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Makassar. Nasaruddin remaja sangat bersahaja, namun sangat cerdas, apalagi pada materi Nilai Dasar Perjuangan dan Ahlul Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja). Rupanya beliau Alumni Pesantren As’adiyah dan belajar selama 12 tahun. Dilanjutkan mondok di MDIA TAQWA Asuhan Gurutta Kiyai Haji Muhammad Noor Al Allama.
Kami masih di PMII, beliau tiba-tiba dipilih menjadi katib Suriyah Nahdlatul Ulama (NU) Sulawesi Selatan (Sul-Sel) oleh Al Magfullah Gurutta K.H. M. Sanusi Baco, LC. Karena kealimannya, Nasaruddin muda ditarik ke Jakarta menjadi asisten dosen oleh Prof. Dr. Qurais Shihab. Mendampingi sang profesor sambil kuliah di Pascasarjana IAIN Ciputat sampai meraih gelar Doktor. Pada saat bersamaan beliau menimbah ilmu di beberapa Perguruan Tinggi di Amerika Serikat.
Menjadi dosen pilihan profesinya. UIN Syarif Hidayatullah adalah tempat pengabdianya sampai pernah diamanahi menjadi Pembantu Rektor. Pada dekade yang sama terpilih memimpin PTIQ sebagai Rektor.
Selepas menjabat di UIN, beliau menjabat pada Kementerian Agama sebagai Direktur Jendral (Dirjen) sampai menjadi Wakil Menteri Agama.
Muktamar NU di Donoudan Solo memberi amanah kepada Prof. Nasaruddin Umar sebagai Katib Aam PBNU mendampingi Rois Aam KH. Ahmad Sahal Mahfudz. Beliau salah satu penandatanganan dokumen Resmi PBNU ketika itu.
Pada dekade terakhir ini Prof. Nasar memimpin Pesatren di Kampung halamannya, Ujung, Kabupaten Bone. Bahkan tahun lalu, 2023 beliau dipercaya menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Pesantren As’adiyah.
Nilai nilai yang dipetik dalam proses perjalanan hidup beliau yang menjadi kompas dalam berperilaku.
Termasuk dalam menentukan behavior atau tindakan menerima pimpinan Agama Katolik di Istiqlal.
Andi Jamaro Dulung
Ketua PBNU 2000 – 2010
Tinggalkan Balasan