Sidrap, indotime.com — Malam itu, Massepe sedikit ramai. Udara terasa lembut. Di salah satu lokasi, warga sudah berkerumun. Mereka menunggu. Bukan sekadar menunggu orang, tetapi menunggu harapan.
Di tengah-tengah kerumunan, berdiri seorang pria yang mereka kenal betul. Muh Yusuf Dollah, atau biasa mereka panggil Dony. Mantan Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Sidrap ini seperti kembali ke rumah.
Warga Sidrap mengenal Dony tidak hanya sebagai eks pemerintah, tapi sosok yang dekat dengan hati mereka. Senyum hangatnya, sapaan ramahnya, membawa nuansa haru. Wajah-wajah penuh antusiasme terlihat di mana-mana.
Ini bukan sekadar kampanye. Ini adalah pertemuan keluarga. Di Kota Pandai Besi, semua orang tahu siapa Dony.
Mereka tahu betapa tangguhnya pria ini, sekeras besi yang ditempa, tapi tetap lembut saat menyapa. Warga Massepe, dengan penuh rasa hormat, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutnya.
“Kami datang bukan hanya untuk meminta dukungan,” ucapnya. “Kami datang membawa solusi.”
Dony memperkenalkan Muh Datariansyah, pasangannya. Bersama-sama, mereka membawa bendera DOATA, pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut satu. Namun, malam itu bukan sekadar tentang nomor urut.
Ini tentang apa yang akan mereka bawa untuk Sidrap. Dony tahu, warga menginginkan lebih dari janji kosong.
“Kami akan berikan yang gratis. Bukan cuma sekadar kata,” ucap Dony, mata bercahaya. Warga menyimak, bahkan anak-anak kecil pun menghentikan permainan mereka. Program demi program dilontarkan. Setiap kata serupa alunan lagu, membuat mereka yang mendengar tersentuh.
“Pajak Bumi dan Bangunan, gratis! Untuk yang nilai objeknya di bawah Rp 50.000,” ujar Dony. Seolah ringan, tapi semua tahu, untuk keluarga miskin, ini adalah napas baru. Tak perlu lagi mereka memikirkan pajak yang menekan.
“Listrik 450 hingga 900 KWH, gratis juga!” lanjutnya. Kalimat pendek, tapi memukul. Di desa ini, listrik adalah kehidupan. Gratis berarti harapan baru bagi dapur-dapur yang senyap.
Lalu program bedah rumah. Seribu rumah per tahun. “Untuk mereka yang tak lagi punya tempat layak untuk tidur,” katanya. Warga berbisik, saling pandang. Satu rumah yang dibedah bisa berarti dunia bagi sebuah keluarga. Suara warga yang semula ramai, perlahan redup, diselimuti rasa haru.
Dony tak berhenti. Ada juga layanan kesehatan gratis. Tidak perlu takut sakit. Ambulans siap menjemput, tanpa perlu bayar. Lagi-lagi warga terdiam. Bagi yang hidup dengan ketidakpastian, ini seperti angin segar di tengah gersang.
Program seragam sekolah untuk anak-anak pun disampaikan. Setiap anak, tanpa kecuali, akan dapat seragam. TK, SD, SMP. Gratis. Anak-anak kecil yang mendengarnya bersorak, meski mungkin mereka belum sepenuhnya paham arti besar di balik kata “gratis” itu.
Dan Dony belum selesai. Ada Rp 5 miliar per kecamatan untuk infrastruktur. Jalanan yang selama ini terjal, jembatan yang retak, akan diperbaiki. Warga merasakan nadanya. Ini bukan janji kosong. Setiap kata yang diucapkan Dony terasa nyata, seperti besi yang dipalu, seperti jalan yang kelak akan mereka lalui.
Imam, pegawai syara, guru mengaji—mereka yang selama ini menjadi penjaga spiritual, juga mendapat tempat. Tunjangan untuk mereka. Karena Dony tahu, masyarakat Sidrap membutuhkan lebih dari sekadar pembangunan fisik. Mereka butuh kekuatan moral, kekuatan batin.
Malam semakin larut, namun suasana semakin khidmat. Dony menutup pidatonya dengan senyum penuh arti. Di bawah sinar lampu yang remang, ia seperti pahlawan yang datang dengan karung-karung harapan. Warga Massepe tak lagi ragu. Sosok di depan mereka bukan hanya calon bupati, tapi juga seorang sahabat.
Tinggalkan Balasan