Sidrap, indotime.com — Malam di Rappang. Senin, 21 Oktober 2024, terasa berbeda. Angin yang biasanya tenang, seperti ikut merasakan kehangatan.
DOATA datang. Muhammad Yusuf Dollah dan Muh Datariansyah melangkah pasti, menyapa masyarakat.
Warga keluar dari rumah, satu per satu. Mereka duduk rapat, menyimak. Ini bukan sekadar sosialisasi, ini silaturahmi.
“Kami tidak sekadar maju, kami membawa janji,” ucap Yusuf Dollah, menatap dalam.
Di sebelahnya, Datar—sapaan akrab Datariansyah—tersenyum penuh arti. Seperti air tenang, tapi deras mengalir di bawahnya.
Ketua Tim Pemenangan, Saenal S.Sos, berdiri. Dia seperti pelari yang membawa obor, menerangi jalan DOATA.
Program-program unggulan mulai diurai, seperti benang kusut yang satu per satu mulai terurai rapi.
“PBB di bawah Rp 50 ribu? Gratis!” katanya, suaranya menggema. “Listrik 450-900 KWH? Tidak perlu bayar lagi. Gratis juga!”
Warga terdiam, terpana. Seperti mimpi di siang hari, tapi ini malam, dan mimpi itu hadir di hadapan mereka.
“Seribu rumah akan kami bedah. Bukan hanya diperbaiki, tapi dibangun ulang, jadi layak huni,” tambah Saenal lagi.
Semua terkesima, seperti hujan turun di musim kemarau.
Dan tidak hanya itu. Pengobatan gratis. Layanan antar jemput bagi yang sakit. Tanpa biaya, tanpa syarat.
“Kita tidak ingin ada lagi yang harus memilih antara membeli obat atau makan,” lanjutnya.
Masyarakat mengangguk, merasakan harapan itu menyusup dalam hati.
Untuk anak-anak? Seragam gratis. Dari TK hingga SMP. Tidak ada lagi yang malu ke sekolah hanya karena seragam sobek atau tak punya.
Lalu jalanan dan jembatan. Tiap kecamatan akan dibangun. Rp 5 miliar setahun, setiap kecamatan. Seperti sungai yang mulai mengalir, membawa kesejahteraan dari desa ke kota.
Dan di tengah janji-janji itu, ada perhatian khusus. Untuk imam, pegawai syara, dan guru mengaji.
Mereka, yang menjadi benteng moral, tak lagi hanya berharap pahala. Kesejahteraan mereka akan ditingkatkan. Bukan dengan kata-kata, tapi tunjangan nyata.
DOATA tidak hanya bicara soal jalan dan jembatan. Mereka bicara tentang membangun hidup, membangun harapan.
Malam semakin larut, tapi warga Rappang tak ingin segera pulang. Di sana, di bawah langit malam yang penuh bintang, mereka menggantungkan harapan pada pasangan nomor urut satu.(*)
Tinggalkan Balasan