Bagi perusahaan plat merah ini, selain menyebar rilis berita ke media elektronik dan online, cara promosi dan sosialisasi efektif yang kerap digunakan adalah dengan memproduksi video pendek berdurasi antara 1 hingga 3 menit. Harapannya, agar apa yang mau disampaikan ke masyarakat pelanggan, bisa cepat dipahami.
Tapi bukan hal itu yang mau dibahas. Fokus pembahasan adalah terkait pengelolaan itu semua. Karena berdasarkan investigasi, semua itu bukan dilakukan oleh perangkat Divisi Komunikasi PLN secara mandiri, melainkan melibatkan vendor yang disebut sebagai perusahaan.
Belakangan tersiar nama PT Sahitya Amartya Konsultama (SAK). Perusahaan inilah yang disebut-sebut sebagai vendor ‘anak emas’ dalam memproduksi berbagai rilis berita dan video tersebut.
Bahkan selama Darmawan Prasodjo menjabat sebagai Direktur Utama, kabarnya PT SAK nyaris memonopoli seluruh proyek pembuatan video untuk kebutuhan PLN. Lantas bagaimana sepak terjangnya selama 3 tahun terakhir sejak beraktivitas di PLN.
Sumber yang layak dipercaya di lingkungan Kantor PLN Pusat, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan menyebutkan, sejak PT SAK mengerjakan proyek berita dan video, semua vendor, termasuk yang sudah lama bekerjasama dengan PLN, langsung disingkirkan sekalipun tarif satu paket video yang dipatok perusahaan itu jauh dari harga normal.
“Semua atas arahan Dirut dan didukung penuh oleh EVP Komunikasi & TJSL PLN Gregorius Adi Trianto. Sekalipun hasil video produksi dari vendor lain kualitasnya lebih baik, tapi Dirut maunya PT SAK yang memproduksinya,” ungkap sejumlah sumber di PLN Pusat yang minta identitasnya dirahasiakan.
Yang mencurigakan lagi, lanjut sumber, harga selangit yang ditawarkan PT SAK tidak pernah dipermasalahkan PLN. Artisnya, semua penawaran lawar di-ACC tanpa penawaran atau negosiasi.
“Misalnya vendor lain mengajukan tawaran Rp60 juta pervideo, tapi tidak dipakai juga, sedangkan PT SAK meski harganya antara 90 hingga 100 juta pervideo, tapi pekerjaan diberikan kepada perusahaan ini, anehkan. Dan tarif itu belum include dengan biaya dubbing (mengisi suara video) ya. Itu harganya biasanya dipatok vendor itu sama sampai Rp90 juta,” sebut mereka.
Pokoknya, kata sumber, Dirut telah menetapkan, setiap video yang dibuat oleh PLN, harus hasil produksi dari PT SAK.
“Yang lebih mencurigakan, padahal PT SAK ini sudah punya kontrak payung yang nilainya di atas Rp700 juta perbulan untuk kebutuhan komunikasi seperti rilis berita dan video. Tapi ternyata kontrak itu diluar pembuatan video dan dubbing. Bahkan dalam sebulan diluar kontrak payung, PT SAK ini bisa diberi proyek antara 8 hingga 10 video setiap bulannya. Semua proyek itu didapat PT SAK tanpa tender. Bayangkan berapa miliar yang harus dikucurkan PLN hanya untuk PT SAK tiap bulannya. Jelas sangat tidak wajar,” terang sumber.
Selidik punya selidik, monopoli proyek video yang diperoleh perusahaan tersebut, ternyata tak terlepas dari peran sekretaris perusahaan (Sekper) alias Corsec PLN berinisial AW yang sebelum menjabat dikenal sebagai vendor untuk pengelolaan paket proyek video PLN dan disinyalir mempunyai hubungan erat dengan PT SAK.
Sejak awal sebelum Alois menjadi pejabat di PLN, dia adalah sosok penting yang membesarkan PT SAK sebagai vendor. Kabarnya dia juga masuk dalam jajaran direksi perusahaan itu yang memang sejak awal mengelola proyek video PLN.
PT SAK pun semakin berjaya di PLN sejak Darmo menjabat sebagai Dirut dan Alois ditunjuknya menduduki posisi Corsec melalui jalur profesional hire (Pro Hire). Jadi tak mengherankan jika perusahaan ini sangat dimanja perusahaan setrum tersebut.
Hapus Jejak
Sementara itu, berdasarkan investigasi jejak aktivitas PT SAK di PLN sepertinya sulit terbantahkan. Berdasarkan data umum yang bisa dilihat langsung digoogling, beberapa tugas perusahaan vendor itu di PLN antara lain:
- Menulis artikel dengan bahasa yang jelas dan menarik dengan mengikuti standar komunikasi perusahaan. Hal ini berhasil meningkatkan pemberitaan positif tentang PT PLN (Persero) sebagai klien dengan strategi komunikasi yang terarah dan pengelolaan media yang efektif.
2. Melakukan analisis mendalam terhadap berita dan data terkait PT PLN (Persero) untuk memberikan wawasan dan perspektif tambahan dalam pemberitaan. Hal ini mendukung PLN dalam meraih berbagai penghargaan selama 3 tahun terakhir. - Menjalin hubungan profesional dengan kontak di PT PLN (Persero) untuk memastikan akses informasi yang baik dan memperkuat kerja sama.
Namun sejak keberadaannya terendus, seolah untuk menghilangkan jejak adanya ‘main mata’ dengan PLN, dari data Ditjen AHU Kemenkumham, PT SAK yang berdiri pada 24 Februari 2016 sesuai dengan data yang dikeluarkan Notaris Djoko Karyoso di Kabupaten Tangerang, awalnya dipegang oleh Dwi Susanto selaku Komisaris dan Muhammad Syihabuddin, selaku Direktur. Syihabuddin sendiri diketahui sejak lama sebagai konsultan politik Darmo.
Perusahaan ini berkedudukan di Red Diamond VI, No.2 Residence One, RT/RW 001/014, Kelurahan Jelupang, Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Kemudian, dengan jajaran pengurus yang sama, PT SAK mengajukan AHU perubahan pada 17 Maret 2021. Untuk perubahan ini, mereka menggunakan jasa notaris Maya Sari Dewi di Kabupaten Tangerang.
Sekitar tiga bulan lalu tepatnya pada 06 September 2024 atau persis mulai mencuatnya sorotan negatif terhadap Darmo selama memimpin PLN, PT SAK kembali mengajukan perubahan AHU. Kali ini dengan menggunakan jasa Notaris Putu Asti Nurtjahjanti, perusahaan ini menetapkan dua orang perempuan sebagai pimpinan. Posisi komisaris dipegang Vitra Tiara Permana dan Ismia Fitri Hirmayati yang mendapat posisi direktur.
Namun kejanggalan lagi-lagi terendus. Karena menurut informasi di PLN, kedua perempuan itu selama ini dikenal hanya sebagai admin yang tidak memahami kongkalikong perusahaan tempat mereka mencari nafkah dengan PLN.
Terkait hal ini sudah dikonfirmasi langsung ke Dirut PLN Darmawan Prasodjo, Sekper PLN Alois Wisnuhardana dan EVP Komunikasi & TJSL Gregorius Adi Trianto melalui pesan singkat WhatsApp. Namun ketiga pejabat tersebut bungkam meski pesan sudah dibaca.
Terkait hal ini, Ketua Umum IWO Teuku Yudhistira berharap agar hal ini bisa menjadi pintu aparat penegak hukum untuk membongkar seluruh dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme di PLN selama dibawah kekuasaan Darmawan Prasodjo.
“Kami minta BPK mengaudit total seluruh anggaran PLN tanpa ada cawe-cawe. Hal ini juga diharapkan jadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum baik KPK, Kejaksaan Agung atau Kortas Tipikor Polri untuk membongkar permainan di tubuh PLN yang patut dicurigai sebagai salah satu sumber kebocoran uang negara dalam jumlah besar,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan