Jakarta, indotime.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat surplus neraca perdagangan komoditas perikanan periode Januari–September 2024 sebesar USD 3,87 miliar. Angka ini meningkat 7,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pencapaian tersebut menjadi kado spesial dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-25 KKP yang dirayakan hari ini.

“Dengan surplus perdagangan yang semakin besar, Indonesia berhasil mempertahankan posisinya sebagai negara net eksportir produk perikanan. Ini adalah kado istimewa untuk HUT KKP ke-25, sekaligus kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” ujar Budi Sulistiyo, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (26/10/2024).

Budi menjelaskan bahwa hingga September 2024, nilai ekspor produk perikanan Indonesia mencapai USD 4,23 miliar dengan total volume ekspor sebesar 1,02 juta ton. Nilai ini tumbuh 3,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2023.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), peningkatan signifikan tercatat pada Agustus 2024, dengan volume ekspor tumbuh 34,2% dan nilai ekspor naik 10,7% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.

“Pertumbuhan ini menunjukkan tren positif bagi kinerja ekspor perikanan nasional. Amerika Serikat tetap menjadi pasar utama dengan nilai ekspor mencapai USD 1,38 miliar atau 32,6% dari total ekspor,” ujar Budi.

Ekspor ke Tiongkok tumbuh 7,8%, sementara ekspor ke ASEAN meningkat 18,7%. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Uni Eropa berperan penting dalam pasar perikanan Indonesia, masing-masing menyumbang USD 569,75 juta (13,5%) dan USD 309,41 juta (7,3%) dari total ekspor.

“Ekspor ke Uni Eropa bahkan tumbuh 23,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini menunjukkan potensi besar yang harus dimaksimalkan oleh pelaku usaha perikanan,” tambah Budi.

Udang tetap menjadi komoditas ekspor terbesar dengan nilai mencapai USD 1,18 miliar atau 28,1% dari total ekspor. Komoditas unggulan lainnya seperti Tuna-Cakalang-Tongkol (TCT) dan Cumi-Sotong-Gurita (CSG) juga mengalami peningkatan, masing-masing tumbuh 7,9% dan 24,7%.

“Ekspor Rajungan-Kepiting bahkan melonjak 40,4%, memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan nilai ekspor keseluruhan,” ujar Budi. Ia menambahkan bahwa peningkatan ekspor CSG terutama didorong oleh permintaan tinggi dari Tiongkok dan ASEAN.

Sementara itu, impor perikanan Indonesia mengalami penurunan tajam sebesar 26,2% hingga September 2024. Total impor tercatat USD 366,98 juta dengan volume sebesar 212,49 ribu ton.

“Penurunan impor ini menjadi sinyal positif bagi peningkatan surplus neraca perdagangan,” jelas Budi.

Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP, Erwin Dwiyana, menambahkan bahwa Tiongkok tetap menjadi negara asal impor terbesar dengan nilai USD 64,96 juta atau 17,7% dari total impor. Namun, nilai ini turun 42,6% dibandingkan tahun sebelumnya, terutama pada impor Makarel dan Rajungan-Kepiting, yang masing-masing turun lebih dari 50%.

Erwin menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen meningkatkan ekspor melalui berbagai strategi. Salah satunya adalah memperluas akses ke pasar tradisional seperti Uni Eropa dan Jepang, serta membuka pasar baru di Afrika Utara dan Asia Selatan.

“Promosi produk perikanan di pasar internasional juga menjadi prioritas kami, melalui partisipasi dalam pameran besar seperti Japan International Seafood & Technology Expo dan Trade Expo Indonesia,” ungkapnya.

Selain itu, pemerintah akan fokus menjaga keberlanjutan sektor perikanan dengan hilirisasi produk agar nilai tambah dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya menegaskan bahwa hilirisasi produk perikanan akan terus ditingkatkan. Untuk mendukung langkah tersebut, KKP memperkuat pengelolaan sektor hulu dan menjaga keberlanjutan ekosistem melalui program ekonomi biru.

“Kami berharap berbagai langkah strategis ini akan terus meningkatkan daya saing dan ekspor produk perikanan Indonesia di masa depan,” tutup Erwin.

Dapatkan berita terbaru di Indotime.com